Rabu, 25 November 2009

KONSEP DIRI


Pernahkah kita memikirkan kira-kira seperti apa diri kita yang kita inginkan, misalnya kita ingin terlihat menarik, terlihat cerdas, atau terlihat dewasa? Mungkin kita pernah. Jikalau kita ditanya : Saudara ingin seperti apa?, maka Jawaban kita adalah "diri yang mungkin" atau possible selves.
"Diri yang mungkin" bisa beberapa hal, yakni diri yang kita inginkan, diri yang tidak kita inginkan, diri yang kita sukai, atau diri yang seharusnya kita miliki. Diri yang kita inginkan misalnya ingin lebih cantik, ingin lebih cerdas, ingin lebih matang, ingin lebih kalem, ingin lebih ramah, dan sebagainya. Diri yang tidak kita inginkan misalnya lebih jelek, lebih kejam, lebih banyak berbohong, lebih pemarah, dan lainnya. Semua yang tidak kita inginkan terjadi dalam diri kita termasuk dalam diri yang tidak kita inginkan. Diri yang kita sukai adalah diri ideal menurut kita. Sedangkan diri yang seharusnya adalah diri yang diharapkan norma sosial terhadap kita, misalnya kita lebih sopan, kita membantu orang miskin, kita lebih perhatian terhadap saudara, dan kita-kita yang lain.
Apakah "diri yang mungkin" memiliki peranan bagi kita? Ya. "Diri yang mungkin" memiliki peranan bagi kita.

Pertama, "diri yang mungkin" bisa menjadi motivasi bagi kita. kita ingin menjadi sarjana, ingin menjadi kaya, menjadi terkenal, menjadi ibu, menjadi suami, atau menjadi apapun yang lain akan mendorong kita untuk terus berjuang menjadi seperti yang kita inginkan.

Kedua, "diri yang mungkin" bisa menimbulkan kesenjangan dalam diri kita. Kesenjangan itu muncul karena berbeda antara apa yang kita lihat dalam diri kita dan apa yang dilihat orang lain tentang kita. Misalnya kita merasa memiliki beberapa sifat tertentu, sedangkan orang lain tidak melihat kita memiliki sifat-sifat itu. Oleh sebab itu kesenjangan akan muncul. Bagaimana perbedaan itu muncul? Karena kita melihat diri kita dalam konteks "diri yang kita inginkan" (Saya ingin menjadi jujur, maka saya merasa jujur), sedangkan orang lain melihat kita dalam diri apa adanya kita saat itu (orang lain melihat saya sedang berbohong).

Ketiga, "diri yang mungkin" mempengaruhi keadaan emosi kita. Bayangkan jika kita ingin menjadi sarjana, tapi malah dikeluarkan dari perguruan tinggi. Apa yang kita rasakan? Nah, otomatis, kesenjangan itu akan mempengaruhi emosi kita. Jika kita membayangkan "diri yang mungkin" yang positif, misalnya jujur, tapi kita malah berbohong, maka kita akan langsung mengalami perubahan emosional dalam diri kita.

Keempat, "diri yang mungkin" bisa membedakan kita dengan orang lain. Orang yang memiliki tekad kuat untuk menjadi "diri yang mungkin" sering disebut orang optimis. Mereka berharap kuat akan berubah menjadi seperti yang diinginkan. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki keinginan menjadi "diri yang mungkin" sering disebut orang pesimis. Orang yang pesimis tidak ingin berubah menjadi lebih baik. Mereka sudah cukup puas dengan keadaan dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah dibaca jangan lupa posting komentarnya ya...terimakasih