Selasa, 11 Agustus 2009

ORANG KAYA DAN PAJAK


Orang kaya dan aparat pajak adalah setali tiga uang. Karena itu, sangat masuk akal jika perilaku orang kaya yang tidak membayar pajak ditampilkan dalam iklan di media sebagai perilaku miring. Perilaku yang tidak terpuji. Kemudian bentuk visual itu ditingkahi dengan slogan "Apa kata dunia?" Di sisi lain aparat perpajakan juga konsisten jneminta masyarakat untuk bertindak lebih proaktif. Hal tersebut dipertegas dengan slogan "Lunasi pajaknya, awasi penggunaannya". Slogan ini ingin menunjukkan, para pembayar pajak tidak perlu merasa dikebiri karena pajak yang telah disetorkan kemudian disalahgunakan untuk kepentingan yang tidak relevan dengan pembangunan kesejahteraan masyarakat-Artinya, mereka bisa berperan serta mengawasi pajak yang telah mereka bayar.
Pengumuman daftar orang terkaya di dunia versi Forbes, yang melibatkan sejumlah orang kaya yang bermukim di Indonesia, tentu membuat aparat pajak harus lebih cermat membidik target pajak. Meski sebenarnya orang-orang kaya tersebut sudah menjadi objek pajak, aparat pajak meyakini bahwa nilai pajak yang disetorkan masih tidak sesuai dengan nominal yang semestinya. Karena itu, sangat beralasan jika aparat pajak kini terus memburu pajak mereka. Bahkan, Dirjen Pajak Darmin Nasution menegaskan saat ini aparat pajak memburu 1.200 pajak dari miliarder yang ada di Jakarta.

Alasan mendasar

Ada alasan mendasar mengapa aparat pajak perlu lebih memburu pajak orang-orang kaya
Pertama, nominal pajak mereka lebih besar dibandingkan dengan wajib pajak biasa Mungkin saja pajak satu orang kaya setara dengan lima wajib pajak biasa. Hal tersebut tentu menjadi nilai akumulasi yang besar jika dihitung secara nasional.

Kedua, aspek kepatuhan pajak dari orang-orang kaya sepertinya masih sangat minim. Padahal, banyak orang kaya yang semestinya tidak hanya terjerat oleh PPh pribadi tapi juga pajak melalui dunia usaha yang digelutinya

Ketiga, prinsip keadilan dalam kehidupan bernegara. Selain fungsi bujeter atau fungsi penerimaan, pajak pada dasarnya juga melaksanakan fungsi redistribusi pendapatan dari masyarakat yang mempunyai kemampuan ekonomi yang lebih tinggi kepada masyarakat yang kemampuannya lebih rendah.

Karena itu, tingkat kepatuhan wajib pajak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara baik dan benar merupakan syarat mutlak untuk tercapainya fungsi redistribusi pendapatan. Dengan begitu, pada akhirnya kesenjangan ekonomi dan sosial yang ada di masyarakat dapat dikurangi secara maksimal.

Keempat, pajak masih menjadi sumber utama untuk pendanaan pembangunan. Adapun pajak dari orang-orang kaya menjadi salah satu dasar untuk mendukung pencapaiannya Karena itu, sangat beralasan jika otoritas per-pajakan membangun Kantor Pelayanan Pajak khusus untuk orang-orang kaya atau KPP Orang Kaya yang menurut rencana akan mulai beroperasi pada April 2009.

Harapannya, keberadaan KPP Orang Kaya akan lebih meningkatkan kepatuhan para wajib pajak dari komunitas orang-orang kaya. Dengan sendirinya, setoran pajak untuk negara juga semakin meningkat Di sisi lain, semestinya KPP Orang Kaya tidak memicu gap antara wajib pajak biasa dengan wajib pajak orang kaya karena esensi dari pajak itu sendiri adalah untuk pemerataan.

Kelima, logika di balik lemahnya tingkat kepatuhan wajib pajak tidak lain karena adanya prinsip bahwa semua regulasi dan perundangan adalah untuk disiasati, bukan ditaati. Hal ini tentu menjadi semakin rancu ketika perpajakan menjadi sumber utama di era otonomi daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD).

Untuk itu, sangat beralasan jika Ditjen Pajak melakukan law ertfotrement dengan memberi denda yang besar atau sanksi berat bagi wajib pajak yang tidak atau terlambat memasukkan SPT-nya dan atau menyampaikan SPT tapi isinya tak benar. Seperti diketahui, selama ini denda atas tidak memasukkan SPT sangat kecil, tidak sampai Rp 200.000. Peluang ini memicu perilaku wajib pajak yang membandel untuk memilih membayar denda ketimbang harus melaporkan SPT-nya. Akibatnya, wajib pajak lain juga ikut-ikutan membandel dan ramai-ramai "menyiasati" regulasi perpajakan.

Prinsip keadilan

Relevan dengan semua itu, sejak 2008, sektor perpajakan memiliki Undang-Undang (UU) Pajak yang baru yaitu UU No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Yang menarik dari UU ini adalah adanya prinsip keadilan dan juga keseimbangan, yaitu pengenaan sanksi berupa denda (naik 500%-1.000%) akibat tidak atau terlambat melaporkan SPT. Selain itu, ada juga aturan sunset policy sebagai upaya pemberian penghargaan kepada wajib pajak atau calon wajib pajak yang secara sukarela mendaftar dan melaporkan pajak mereka


Pembayaran pajak merupakan wujud dari kewajiban kenegaraan. Wajib pajak secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan bagi pembiayaan negara dan pembangunan. Sesuai dengan falsafah UU Perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tapi merupakan hak dari setiap warga negara.

Tanggungjawab untuk memenuhi kewajiban pajak sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan ada pada anggota masyarakat sendiri. Ini sesuai dengan sistem selfassessment yang dianut Indonesia. Karena itu, orang-orang kaya, terutama yang termasuk daftar 1.200 miliarder memang harus diburu pajaknya, demi pendanaan pembangunan dan prinsip keadilan.

Tax Haven

Banyak negara yang memberikan fasilitas dan kemudahan perpajakan dan tidak adanya transparansi tentang rahasia nasabah (kawasan tax haven) telah menjadi tempat berlabuhnya orang-orang superkaya dunia. Kawasan ini memainkan peranan penting dalam pengelolaan uang nasabah superkaya tadi.

Survei Oxfam pada Juni 2000 memperkirakan total dana internasional yang disimpan di international offshore company sejumlah 6 triliun-7 triliun dollar AS. Sebesar 3 triliun-4 triliun dollar AS milik pribadi superkaya (high net worth individual). Survei Capgemini dan Merryl Lynch dalam World Wealth Report juga menunjukkan, sepertiga dari 6 triliun dollar AS harta milik pribadi kaya disimpan di offshore centre yang menawarkan fasilitas bebas pajak atau tarif rendah.

Praktik ini berakibat pada potensi kehilangan pajak sekitar 50 miliar dollar AS per tahun. Sekitar 31 persen dari keuntungan MNC global juga mengalir dan disimpan di offshore centre dengan fasilitas tax haven.

Para miliarder pemegang saham perusahaan Indonesia yang terdaftar menjadi wajib pajak potensial untuk disisir. Berdasarkan penelitian Investment and Banking Research Agency atas aktivitas perusahaan publik sampai Desember 2008, terdapat 470 anak perusahaan dari Indonesia yang terdaftar atau domisili hukumnya di luar negeri yang tergolong tax haven (sesuai dengan kriteria FATF OECD). Jajaran paper company (sebagian besar berusia balita) memiliki aset Rp 306,5 triliun. Naik 30 persen dari Rp 235 triliun tahun 2007.

Ternyata mayoritas 30,7 persen atau Rp 93,9 triliun dari aset tersebut yang terdaftar di Singapura adalah milik 160 anak perusahaan. Disusul Mauritius yang mengantongi aset Rp 30 triliun dan Belanda Rp 29,6 triliun. Meskipun perusahaan berusia balita, tapi memiliki aset kelas triliunan, di mana ada 73 anak perusahaan dengan aset di atas Rp 1 triliun.

Sebagian besar bergerak di bidang jasa keuangan dan investasi yang terkait dengan proses penerbitan aneka surat berharga untuk membiayai pinjaman dan investasi perusahaan induk. Ada juga yang menjadi agen pemasaran dan jaringan perdagangan internasional, sebagai ujung tombak ekspor dan impor, termasuk pembiayaan dan jasa keuangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setelah dibaca jangan lupa posting komentarnya ya...terimakasih